TENTANG ARTI PEMBUKTIAN
Membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.
* dalil-dalil = posita
* ketidakpastian hukum = rechtsonzekerheid
* kesewenang-wenangan = willekeur
UU 1/1951 tentang tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan sipil.
KUHPt memuat hukum materiel.
Hukum Pembuktian diatur dalam KUHPt Buku IV bersama-sama dengan Daluwarsa.
Tugas hakim atau pengadilan adalah menetapkan hukum untuk suatu keadaan tertentu, atau menerapkan hukum atau undang-undang, menetapkan apakah yang “hukum” antara dua pihak yang bersangkutan itu.
Hukum Pembuktian merupakan bagian dari Hukum Acara, yang diatur dalam Reglemen Indonesia yang dibaharui (RIB). RIB berlaku untuk Jawa dan Madura (dalam hal hukum acara perdatanya), sedangkan untuk daerah di luar Jawa dan Madura berlaku Reglemen Daerah Seberang (RDS - Rechtsreglement Buitengewesten).
Dalam Code Civil Hukum Pembuktian diatur dalam Buku III mengenai Hukum Perikatan tentang pembuktian perikatan dan pembayarannya.
Hukum Pembuktian terdapat dalam : KUHPt, RIB, RDS, dan KUHD (ttg hukum pembuktian khusus).
Pasal 1865 KUHPt = Pasal 163 RIB = Pasal 283 RDS mengatur hal pembuktian. Bunyi Pasal 1865 adalah sebagai berikut : “setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain, menunjukkan pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”.
PERKARA PIDANA DAN PERKARA PERDATA
Dalam Hukum Acara Pidana dipakai sistem negatif menurut undang-undang yang terkandung dalam Pasal 294 ayat (1) RIB, “tiada seorang pun dapat dihukum, kecuali jika hakim berdasarkan alat-alat bukti yang sah, memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukannya”.
Menurut Pasal 307 RIB suatu pengakuan harus disertai dengan suatu uraian yang tepat dan tertib tentang duduknya perkara dan keadaan-keadaan dalam mana perbuatan itu telah dilakukannya.
Hakim perdata menemui berbagai pembatasan. Hakim perdata menghadapi suatu alat bukti yang mengikat atau memaksa.
Dalam memeriksa perkara pidana hakim itu mencari kebenaran hakiki (materiele waarheid), sedangkan dalam pemeriksaan perkara perdata kebenaran “formil” saja sudah mencukupi.
No comments:
Post a Comment