Powered By Blogger

Sunday, October 30, 2011

PERTEMUAN X


Pertemuan
:
X
Hari/Tgl
:
Senin, 24 Oktober 2011
Kelas
:
01 HUKUM F
Ruang
:
B.523


HUKUM PERDATA

Hukum Perdata adalah aturan tentang tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Hukum Perdata Material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subyek hukum. Hukum Perdata Formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain. Hukum Perdata Formal mempertahankan Hukum Perdata Material dan berfungsi menerapkan Hukum Perdata Material apabila ada yang melanggarnya.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Perancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.

Sistematika hukum perdata dalam KUHPerdata :
Ø Buku I perihal orang (van persoonen) memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan.
Ø Buku II perihal benda (van zaken) memuat hukum benda dan hukum waris.
Ø Buku III perihal perikatan (van verbintennisen) memuat hukum harta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
Ø Buku IV perihal pembuktian dan kedaluwarsa (van bewijs en verjaring) memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

Sistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan :
Ø Hukum tentang orang atau hukum perorangan (persoonenrecht) yang antara lain mengatur tentang : (a) orang sebagai subjek hukum; (b) orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan hak-haknya itu.
Ø Hukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain : (a) perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti harta kekayaan antara suami dan istri; (b) hubungan hukum antara orang tua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua; (c) perwalian; (d) pengampuan.
Ø Hukum kekayaan atau hukum harta kekayaan (vermogensrecht) yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang yang meliputi : (a) hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang; (b) hak perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.
Ø Hukum waris (erfrecht) mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia.

Subjek hukum terdiri dari : manusia (naturlijk persoon) dan badan hukum (rechts persoon).

Hukum keluarga meliputi :
1.    Kekuasaan orang tua (ouderlijke macht)
Berakhir apabila : (a) anak telah dewasa atau telah kawin; (b) perkawinan orang tua putus; (c) kekuasaan orang tua dicabut oleh hakim, karena alasan tertentu; (d) anak dibebaskan dari kekuasaan orang tua karena terlalu nakal hingga orang tua tidak mampu menguasai dan mendidik.
2.    Perwalian (voogdij)
Dapat terjadi karena : (a) perkawinan orang tua putus, baik karena kematian atau karena perceraian; (b) kekuasaan orang tua dicabut atau dibebaskan.
3.    Pengampuan (curatele)
Diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah dewasa tetapi tidak dapat mengurus kepentingannya sendiri dengan baik, misalnya : orang sakit ingatan, orang yang pemboros, orang yang lemah daya, dan orang yang tidak mampu mengurus kepentingannya sendiri dengan baik (orang yang sering mengganggu keamanan atau kelakuannya buruk sekali).
4.    Perkawinan
Adalah hubungan keperdataan antara seorang pria dan seorang wanita dalam hidup bersama sebagai suami istri.

Hukum harta  kekayaan adalah peraturan tentang hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang, timbul karena hubungan antar subjek hukum, yang terbagi dalam dua lapangan, yaitu :
Ø Hukum benda, berupa peraturan tentang hak-hak kebendaan yang mutlak sifatnya
Ø Hukum perikatan, berupa peraturan tentang hubungan hukum yang bersifat kehartaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi tertentu, sedangkan pihak yang lain wajib memenuhi prestasi.

Benda dapat dibedakan atas : benda tetap dan benda bergerak, serta benda berwujud dan benda tidak berwujud.

Dalam hukum perikatan yang menjadi objek adalah prestasi. Prestasi dapat berbentuk : prestasi untuk memberi sesuatu, prestasi untuk berbuat sesuatu, dan prestasi untuk tidak berbuat sesuatu. Jika dalam perikatan seseorang tidak memenuhi prestasi maka dikatakan yang bersangkutan telah cidera janji atau wanprestasi. Sebelum dinyatakan wanprestasi, harus lebih dulu diperingatkan atau dilakukan somasi (teguran).

Macam-macam perikatan :
1.    Sipil dan wajar
Ø Perikatan sipil yaitu perikatan yang apabila tidak dipenuhi dapat dilakukan gugatan.
Ø Perikatan wajar yaitu perikatan yang tidak mempunyai hak tagihan tetapi apabila sudah dibayar tidak dapat diminta kembali.
2.    Dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Ø Perikatan yang dapat dibagi yaitu perikatan yang dapat dibagi-bagi pemenuhannya.
Ø Perikata yang tidak dapat dibagi yaitu perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi pemenuhan prestasinya.
3.    Pokok dan tambahan
Ø Perikatan pokok yaitu perikatan yang berdiri sendiri tidak tergantung pada perikatan yang lain.
Ø Perikatan tambahan yaitu perikatan yang merupakan tambahan dari perikatan lainnya.
4.    Murni dan bersyarat
Ø Perikatan murni yaitu perikatan yang prestasinya harus dipenuhi seketika itu juga.
Ø Perikatan bersyarat yaitu perikatan yang pemenuhannya oleh debitur digantungkan pada suatu syarat tertentu.
5.    Spesifik dan generik
Ø Perikatan spesifik yaitu perikatan yang prestasinya ditetapkan secara khusus.
Ø Perikatan generik yaitu perikatan yang hanya ditentukan menurut jenisnya.

Perikatan berakhir dengan beberapa cara, yaitu : pembayaran, pembaharuan utang, pembebasan utang, pembatalan, hilangnya benda yang diperjanjikan, dan telah lewat waktunya (kedaluwarsa).

Sumber perikatan adalah perjanjian dan undang-undang. Yang bersumber dari perjanjian contohnya adalah jual beli, tukar menukar, pinjam pakai, sewa menyewa, penitipan, dan perjanjian kerja. Yang bersumber dari undang-undang contohnya adalah perikatan yang terjadi karena undang-undang itu sendiri (hak servituut, wajib nafkah) dan perikatan yang terjadi karena undang-undang dan disertai dengan tindakan manusia.

Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain.

Ada dua cara untuk mengatur berpindahnya harta kekayaan, yaitu :
Ø Pewarisan menurut undang-undang, pembagian warisan kepada ahli waris.
Ø Pewarisan berdasarkan wasiat, pembagian warisan kepada orang-orang yang berhak menerima warisan menurut kehendak terakhir si pewaris. Wasiat harus dinyatakan dalam bentuk akta notaris (warisan testamenter). Pemberi warisan disebut erflater, sedangkan penerima warisan atas dasar wasiat disebut legataris.

Penerima warisan yang karena penetapan undang-undang ada hubungan darah dengan pewaris dinamakan erfgenaam. Garis kekeluargaan untuk menetapkan ahli waris dapat dibedakan menjadi :
Ø Garis vertikal ialah garis kekeluargaan langsung satu sama lain.
Ø Garis horizontal ialah garis kekeluargaan tak langsung satu sama lain.

Legitime portie yaitu bagian mutlak yang menjadi hak ahli waris menurut garis vertikal yang tidak dapat diganggu gugat. Penerimanya disebut legitimaris, terdiri dari anak, cucu, dan orang tua.

Berdasarkan penetapan garis kekeluargaan ahli waris dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu :
Ø Golongan I, meliputi suami/istri yang hidup terlama dan keturunan dari pewaris dalam garis lurus ke bawah.
Ø Golongan II, meliputi orang tua, saudara sekandung dan keturunan dari pewaris.
Ø Golongan III, meliputi leluhur pewaris baik dari pihak suami/istri.
Ø Golongan IV, meliputi keluarga sedarah sampai derajat keenam.

Wasiat ada beberapa macam, yaitu :
1.    Wasiat olografis, surat wasiat yang ditulis sendiri oleh pewaris kemudian disimpan di kantor notaris sampai pembuatnya meninggal.
2.    Wasiat rahasia, surat wasiat yang dibuat sendiri oleh pewaris atau oleh orang lain dan disegel, kemudian disimpan di kantor notaris sampai pembuatnya meninggal dunia.
3.    Wasiat umum, surat wasiat yang dibuat dihadapan seorang notaris dan dihadiri oleh dua orang saksi.
4.    Codisil, suatu akta di bawah tangan yang isinya kurang penting dan merupakan pesan seseorang setelah meninggal dunia.

PERTEMUAN XI


Pertemuan
:
XI
Hari/Tgl
:
Senin, 31 Oktober 2011
Kelas
:
01 HUKUM F
Ruang
:
B.523


HUKUM ACARA PIDANA

Hukum Acara Pidana, menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, adalah peraturan tentang bagaimana cara alat-alat perlengkapan pemerintah melaksanakan tuntutan, memperoleh keputusan pengadilan, oleh siapa keputusan pengadilan itu harus dilaksanakan, jika ada seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perbuatan pidana.

Tugas Hukum Acara Pidana : (a) mencari dan mendapatkan kebenaran material; (b) memperoleh keputusan oleh hakim tentang bersalah tidaknya seseorang atau sekelompok orang yang disangka atau didakwa melakukan perbuatan pidana; (c) melaksanakan keputusan hakim.

Tujuan Hukum Acara Pidana : menciptakan ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Fungsi Hukum Acara Pidana : mendapatkan kebenaran material, putusan hakim dan pelaksanaan putusan hakim.

Asas-asas yang dianut Hukum Acara Pidana, yaitu : (a) asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan; (b) asas praduga tidak bersalah; (c) asas oportunitas, yaitu asas hukum yang memberikan wewenang kepada Penuntut Umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan perbuatan pidana demi kepentingan umum; (d) asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum; (e) asas semua orang diperlakukan sama di depan hakim; (f) asas tersangka dan terdakwa berhak mendapat bantuan hukum; (g) asas akusator dan inkisitor; (i) asas pemeriksaan hakim yang langsung dan dengan lisan.

Asas akusator memberikan kedudukan yang sama pada terdakwa atau tersangka terhadap penyidik atau penuntut umum ataupun hakim, oleh karena dalam pemeriksaan dia merupakan subjek, bukan lagi sebagai objek pemeriksaan.

Asas inkisitor menjadikan tersangka sebagai objek dalam pemeriksaan pendahuluan.

Pihak-pihak yang terkait dalam praktek Hukum Acara Pidana :
1.    Tersangka dan terdakwa
·      Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku perbuatan pidana.
·      Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.
2.    Penuntut umum (jaksa)
3.    Penyidik dan penyelidik
·      Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
·      Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
4.    Penasihat hukum
Dikenal dengan sebutan pembela, pengacara, advokat dan procureur (pokrol).

Proses pelaksanaan acara pidana :
1.    Pemeriksaan pendahuluan
Yaitu tindakan penyidikan terhadap seseorang atau sekelompok orang yang disangka melakukan perbuatan pidana.
2.    Pemeriksaan dalam sidang pengadilan
·      Terjadi setelah ada penuntutan dari jaksa atau penuntut umum, yang ditandai penyerahan berkas perkara dengan permohonan agar diperiksa dan diputuskan oleh hakim dalam sidang pengadilan.
·      Terbagi dalam tiga acara, yaitu : acara pemeriksaan biasa, acara pemeriksaan singkat, dan acara pemeriksaan cepat.
·      Acara pemeriksaan cepat, dibagi dalam : acara pemeriksaan perbuatan pidana ringan dan acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas.
3.    Putusan hakim pidana
Berupa putusan bebas bagi terdakwa, pelepasan terdakwa dari segala tuntutan, dan penghukuman terdakwa.
4.    Upaya hukum
·      Yaitu hak terdakwa atau penuntut umum untuk menolak putusan pengadilan dengan tujuan untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh instansi sebelumnya atau untuk kesatuan dalam peradilan.
·      Upaya hukum biasa dilakukan dengan jalan banding dan kasasi.
·      Banding, diajukan ke pengadilan tinggi dalam jangka waktu 7 hari setelah putusan dibacakan, dilakukan oleh 3 orang hakim tinggi, dan bertujuan untuk menguatkan atau mengubah atau membatalkan putusan pengadilan negeri.
·      Kasasi, diajukan ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu 14 hari setelah putusan dibacakan, dan bertujuan untuk menolak atau mengabulkan permohonan kasasi.
·      Upaya hukum luar biasa berupa : pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum dan pemeriksaan kasasi tentang Peninjauan Kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
·      Mahkamah Agung dapat memutuskan untuk : (a) menolak permohonan Peninjuan Kembali bila alasan tidak dibenarkan oleh Mahkamah Agung; (b) bila Mahkamah Agung membenarkan alasan, maka putusan dapat berupa : putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum, putusan tidak menerima tuntutan Penuntut Umum, atau putusan yang menerapkan pidana yang lebih ringan.
5.    Pelaksanaan putusan pengadilan
Dilakukan oleh jaksa atau penuntut umum.
6.    Alat-alat bukti perkara pidana
Berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

PERTEMUAN XII KELAS 01.HUKUM.F


Pertemuan
:
XII
Hari/Tgl
:
Senin, 31 Oktober 2011
Kelas
:
01 HUKUM F
Ruang
:
B.523


HUKUM ACARA PERDATA

Hukum Acara Perdata yaitu hukum yang mengatur tata cara pengajuan dan pelaksanaan putusan hakim yang menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan hakim.

Mengajukan tuntutan hak berarti meminta perlindungan hukum terhadap haknya yang dilanggar oleh orang lain. Tuntutan hak yang didasarkan atas sengketa yang terjadi dinamakan gugatan. Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa dinamakan permohonan.

Hukum Acara Perdata terdiri dari tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan, yang merupakan persiapan; tahap penentuan, yang berisi pemeriksaan dan putusan; serta tahap pelaksanaan dari putusan.

Tujuan Hukum Acara Perdata ialah melindungi hak seseorang dan mempertahankan hukum material. Fungsinya adalah mengatur bagaimana caranya seseorang mengajukan tuntutan haknya, bagaimana negara melalui aparatnya memeriksa dan memutuskan perkara perdata yang diajukan padanya. Jadi intinya sebagai sarana menuntut dan mempertahankan hak seseorang.

Asas-asas yang dianut Hukum Acara Perdata, yaitu : (a) hakim bersifat menunggu; (b) hakim bersifat pasif; (c) persidangan bersifat terbuka; (d) mendengarkan kedua belah pihak, dikenal sebagai asas audi’ et alteram partem; (e) putusan harus disertai alasan-alasan; (f) beracara dikenakan biaya : biaya kepaniteraan, biaya untuk panggilan/pemberitahuan pada para pihak, biaya materai; (g) tidak ada keharusan mewakilkan.

Pihak-pihak yang terkait dalam praktek Hukum Acara Perdata, adalah : penggugat, tergugat, dan kuasa (jika ada).

Persyaratan untuk bertindak sebagai kuasa hukum : (a) harus mempunyai surat kuasa khusus; (b) ditunjuk sebagai kuasa atau wakil badan persidangan; (c) memenuhi syarat sebagaimana tersebut dalam Peraturan Menteri Kehakiman Nomor 1 Tahun 1965 Tanggal 28 Mei 1965 jo Keputusan Menteri Kehakiman Nomor J.P.14/2/11 Tanggal 7 Oktober 1965 tentang pokrol; (d) telah terdaftar sebagai advokat.

Yang bertindak sebagai kuasa atau wakil negara adalah : pengacara negara yang diangkat oleh pemerintah; jaksa; dan orang-orang tertentu atau pejabat tertentu yang diangkat atau ditunjuk.

Proses beracara di pengadilan. (a) Penggugat mengajukan gugatan kepada tergugat melalui Pengadilan Negeri setempat. Setelah Ketua Pengadilan Negeri menerima dan mempelajari gugatan, ia menunjuk hakim untuk memeriksa atau memutusnya. (c) Ketua Majelis Hakim mengundang para pihak yang bersengketa pada waktu yang telah ditentukan. (d) Pada sidang pertama, hakim wajib menganjurkan perdamaian. (e) Jika tak ada perdamaian maka hakim memerintahkan para pihak untuk membawa saksi dan bukti pada persidangan kedua. (f) Pemanggilan dilakukan oleh juru sita, dengan menyerahkan  surat pangilan dan salinan surat gugat di rumah tergugat.

Jenis-jenis putusan :
1.    Putusan Akhir
·      Putusan yang mengakhiri suatu perkara dalam suatu tingkatan peradilan tertentu;
·      Ada yang bersifat menghukum (condemnatoir), bersifat menciptakan (constitutif), atau bersifat menyatakan (declaratoir);
·      Putusan condemnatoir adalah putusan yang menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi atau membayar sejumlah uang tertentu;
·      Putusan condemnatoir memiliki hak eksekutorial dengan kekuatan mengikat dan dapat dipaksakan;
·      Putusan constitutif adalah putusan yang meniadakan atau menciptakan suatu keadaan hukum baru;
·      Putusan declaratoir adalah putusan yang menerangkan atau menyatakan apa yang sah.
2.    Bukan Putusan Akhir
·      Disebut juga putusan sela atau putusan antara;
·      Putusan yang berfungsi untuk memperlancar jalannya persidangan.
3.    Putusan Praeparatoir
Putusan sebagai persiapan putusan akhir tanpa mempunyai pengaruh atas pokok perkara atau putusan akhir.
4.    Putusan Interlocutoir
·      Putusan yang isinya memerintahkan pembuktian;
·      Berpengaruh atas putusan akhir.
5.    Putusan Insidentil
Putusan yang berhubungan dengan insiden.
6.    Putusan Provisionil
Putusan yang menjawab tuntutan provisionil, yaitu permintaan pihak yang bersangkutan agar sementara diadakan tindakan-tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak, sebelum putusan akhir dijatuhkan.
7.    Putusan Gugur
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim apabila penggugat tidak datang pada sidang meskipun telah dipanggil secara layak.
8.    Putusan Verstek
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim tanpa hadirnya tergugat, meskipun telah dipanggil secara layak.

Upaya hukum adalah cara untuk memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan. Ada yang sifatnya biasa, yaitu terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang dan dilakukan dengan cara verstek banding dan kasasi. Ada pula yang sifatnya istimewa, yaitu diajukan untuk putusan-putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu setiap putusan pengadilan yang tidak tersedia kesempatan untuk upaya hukum biasa.

Verstek (perlawanan) merupakan upaya hukum terhadap putusan verstek dan diperuntukkan bagi tergugat. Banding adalah permohonan untuk diadakan pemeriksaan ulang terhadap putusan pengadilan yang tidak memuaskan salah satu pihak yang berperkara dengan alasan putusan keliru atau kurang adil. Permohonan banding diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan verstek dalam jangka waktu 14 hari terhitung mulai hari berikutnya. Kasasi adalah pemeriksaan ulang dari satu perkara tertentu oleh Mahkamah Agung.

Alat-alat bukti dalam hukum perdata :
1.    Bukti tertulis berupa surat
·      Surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati seseorang sebagai pembuktian.
·      Surat terdiri dari akta dan bukan akta.
·      Akta terdiri dari akta autentik dan akta di bawah tangan.
·      Akta adalah surat yang dibubuhi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat dengan sengaja oleh para pihak sebagai alat pembuktian.
·      Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan baik dengan ataupun tanpa bantuan yang berkepentingan, dan memuat apa yang diminta oleh yang berkepentingan untuk dicatat didalamnya.
·      Fungsi akta adalah sebagai alat bukti dan formalitas.
2.    Saksi
Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim dalam persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi di bawah sumpah, oleh orang yag bukan pihak dalam perkara.
3.    Persangkaan
Bersifat tidak langsung, berdasarkan kenyataan dan hukum.
4.    Pengakuan
Keterangan sepihak dari salah satu pihak penggugat atau tergugat.
5.    Sumpah
·      Pernyataan yang khidmat, diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan Tuhan YME dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan tidak benar akan dihukum oleh Tuhan YME.
·      Sumpah supletoir adalah sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktian peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasar putusannya.
·      Sumpah decicoir atau sumpah pemutus adalah sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak kepada lawannya.

Putusan hakim yang harus dilaksanakan dengan jalan paksa oleh alat negara apabila putusan tersebut adalah jenis putusan condemnatoir dan pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela.

Pelaksanaan putusan hakim perdata : (a) putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang; (b) putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan; (c) pelaksanaan putusan riil atau eksekusi riil, memerintahkan pengosongan benda tetap; (d) parate executie atau eksekusi langsung terjadi apabila seorang kreditur menjual barang-barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial.

Putusan hakim dilaksanakan oleh panitera dan juru sita dan dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri.